LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER
By: Ari Gunawan
1.1 Konsep Medis DHF
1.1.1
Pengertian
DHF
Menurut Arif Mansjoer (2001) dalam
Padila (2013), DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus (arthro
podborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus
dan Aedes Aegypti).
Menurut Christantie Effen (1995)
dalam Padila (2013), DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina).
Menurut Padila (2013), DHF adalah
suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
spesies aedes. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang
ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue disebut pula
Dengue Haemoragic Fever (DHF).
Menurut Soegeng Soegijanto (2002)
dalam Padila (2013), DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit demam akut
yang disebabkan oleh empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat
gejala klinis utama yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali,
dan tanda kegagalan sirkulasi sampai timbul renjatan (sindrom renjatan dengue)
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian.
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat
(2005) dalam Padila (2013), DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit anak
yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti betina.
Menurut DR. Nursalam (2005) dalam
Padila (2013), DHF (Dengue Haemoragic Fever) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
Menurut Soegeng Soegijanto (2002)
dalam Padila (2013), penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Dengue Haemoragic
Fever adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue yang
tergolong arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk aedes betina (Aedes Aegypti dan
Aedes Albopictus) dengan gejala klinis utama yaitu demam tinggi, manifestasi
perdarahan, hepatomegali, dan tanda kegagalan sirkulasi sampai timbul renjatan
(sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan kematian.
1.1.2 1.1.2 Penyebab
Menurut Widoyono (2008), penyakit
DHF disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne
virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus
Flavivirus dari family Flaviviridae.
David Bylon (1779) dalam Widoyono
(2008), melaporkan bahwa epidemiologi dengue di Batavia disebabkan oleh tiga
faktor utama, yaitu virus, manusia dan nyamuk.
Vektor utama penyakit DHF adalah
nyamuk Aedes Aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes Albopictus (di daerah
pedesaan).
Nyamuk yang menjadi vektor penyakit
DHF adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang
sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Menurut laporan terakhir,
virus dapat pula ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya.
1.1.3
Patofisiologi
1.1.4
Tanda
dan Gejala
Menurut Padila (2013), tanda dan
gejala penyakit DHF adalah sebagai berikut.
1.
Meningkatnya suhu tubuh
2.
Nyeri pada otot seluruh tubuh
3.
Suara serak
4.
Batuk
5.
Epistaksis
6.
Disuria
7.
Nafsu makan menurun
8.
Muntah
9.
Ptekie
10.
Ekimosis
11.
Perdarahan gusi
12.
Muntah darah
13.
Hematuria masih
14.
Melena
Menurut Widoyono
(2008), tanda dan gejala penyakit DHF adalah sebagai berikut.
1. Demam
selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi
perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+),
mulai dari petekie (+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah,
atau berak darah
3. Hasil
pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 µL), hematokrit
meningkat (normal: pria < 45, wanita < 40)
4. Akral
dingin, gelisah, tidak sadar (dengue
shock syndrome)
Kriteria diagnosis menurut WHO
(1997) dalam Widoyono (2008) adalah sebagai berikut.
1. Kriteria
klinis
a. Demam
tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7
hari
b. Terdapat
manifestasi perdarahan
c. Pembesaran
hati
d. Syok
2. Kriteria
laboratoris
a. Trombositopenia
(< 100.000/mm3)
b. Hemokonsentrasi
(Ht meningkat > 20%)
Seorang pasien dinyatakan menderita
penyakit DBD bila terdapat minimal 2 gejala klinis yang positif dan 1 hasil
laboratorium yang positif. Bila gejala dan tanda tersebut kurang dari ketentuan
di atas maka pasien dinyatakan menderita demam dengue (Widoyono, 2008).
1.1.5
Klasifikasi
DHF
Menurut WHO dalam Padila (2013), DHF
dapat diklasifikasikan menjadi empat derajat, yaitu sebagai berikut.
1.
Derajat I
Demam
disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (uji tourniquet
positif)
2.
Derajat II
Gejala
pada derajat I ditambah gejala perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain
3.
Derajat III
Kegagalan
sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg, kulit
dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
4.
Derajat IV
Nadi
tak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur
1.1.6
Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut Padila (2013), pemeriksaan
diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita
DHF yaitu sebagai berikut.
1.
Darah lengkap
Hasil
yang perlu diperhatikan yaitu Hemokonsentrasi (Hematokrit meningkat 20% atau
lebih) dan Thrombocitopeni (100.000/ mm3 atau kurang)
2.
Serologi
Tindakan
yang dilakukan adalah uji HI (Hemaaglutinaion Inhibition Test)
3.
Rontgen Thorac
Mengetahui
adanya efusi pleura akibat adanya kebocoran plasma
1.1.7
Penatalaksanaan
Menurut Padila (2013),
penatalaksanaan DHF dapat dilakukan secara medik dan keperawatan.
1.
Medik
a. DHF
tanpa ranjatan
1)
Beri minum banyak (1 ½ - 2 liter / hari)
2)
Obat antipiretik, untuk menurunkan
panas, dapat juga dilakukan kompres
3)
Jika kejang maka dapat diberi luminal
(antikonvulsan) untuk anak < 1 tahun dosis 50 mg dan untuk anak > 1 tahun
75 mg. Jika 15 menit kejang belum teratasi, beri lagi luminal dengan dosis 3
mg/ kg BB (anak < 1 tahun dan pada anak > 1 tahun diberikan 5 mg/ kg BB)
4)
Berikan infus jika terus muntah dan
hematokrit meningkat
1)
Pasang infus RL
2)
Jika dengan infus tidak ada respon maka
berikan plasma expander (20 – 30 ml/ kg BB)
3)
Transfusi jika Hb dan Ht turun
2.
Keperawatan
a. Pengawasan
tanda-tanda vital secara berkelanjutan tiap jam
1)
Pemeriksaan Hb, Ht, Trombosit tiap 4 jam
2)
Obervasi intake output
3)
Pada pasien DHF derajat I, pasien
diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam, periksa Hb, Ht, Trombosit
tiap 4 jam, beri minum 1 ½ - 2 liter per hari dan beri kompres
4) Pada pasien DHF derajat II, pengawasan
tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Trombosit, perhatikan gejala seperti nadi
lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri
infus.
5) Pada pasien DHF derajat III, infus
guyur, posisi semi fowler, beri O2, pengawasan
tanda-tanda vital tiap 15 menit, pasang kateter, observasi produksi urin tiap
jam, periksa Hb, Ht dan Trombosit
b. Risiko
perdarahan
1)
Observasi perdarahan, yaitu pteckie,
epistaksis, hematemesis dan melena
2)
Catat banyak, warna dari perdarahan
3)
Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan
tractus gastro intestinal
c. Peningkatan
suhu tubuh
1)
Observasi/ ukur suhu tubu secara
periodic
2)
Beri minum banyak
3)
Berikan kompres
1.1.8
Komplikasi
Menurut T. H.
Rampengan (2007), komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DHF adalah
gangguan keseimbangan elektrolit dan overhidrasi.
1. Gangguan
keseimbangan elektrolit
Gangguan keseimbangan
elektrolit biasanya dijumpai pada fase kritis dan yang paling sering adalah
hiponatremia dan hipokalsemia, sedangkan hipokalemia sering pada fase
konvalesen.
Hiponatremia,
karena intake yang tidak cukup dan mendapat cairan yang hipotonik misalnya N/2
atau N/3. Jika penderita tidak mengalami kejang tidak perlu diberikan NaCl 3%,
tetapi cukup diberi NaCl 0,9% atau RL-D5% atau RA-D5%
Hipokalsemia,
karena leakage Ca mengikuti albumin ke ruangan peritoneum dan pleura. Diobati
dengan Ca glukonas 10% sebanyak 1 mL/kgBB/kali (maksimal 10 mL) diencerkan dan
diberi IV perlahan-lahan, dapat diulangi tiap 6 jam hanya pada penderita risiko
tinggi atau yang mungkin akan mengalami komplikasi, misalnya pada derajat IV
dan pada penderita dengan overhidrasi.
2. Overhidrasi
Komplikasi overhidrasi
dapat dijumpai, baik pada fase kritis maupun fase konvalesen. Komplikasi ini
lebih serius karena dapat menyebabkan edema paru akut dan/atau gagal jantung
kongestif, yang berakhir dengan gagal nafas dan kematian. Untuk mencegah
komplikasi ini adalah dengan pengawasan ketat dan sesuaikan kecepatan cairan IV
ke jumlah minimal untuk mempertahankan volume sirkulasi.
1.1.9
Pencegahan
DHF
Menurut Widoyono
(2008), pencegahan terhadap DHF dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai
berikut.
1. Pembersihan
jentik
a. Program
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) b. Larvasidasi
c. Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
2. Pencegahan
gigitan nyamuk
a. Menggunakan
kelambu b. Menggunakan obat nyamuk
c. Tidak melakukan kegiatan berisiko (menggantung baju)
d. Penyemprotan
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada
Pasien DHF
1.2.1 1.2.1 Pengkajian
Menurut Padila
(2013), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien dengan DHF adalah sebagai
berikut.
1. Kaji
riwayat keperawatan
2. Kaji
adanya peningkatan suhu tubuh, tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu
makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan tanda-tanda renjatan (denyut nadi cepat
dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab, terutama pada ekstremitas,
sianosis, gelisah, penurunan kesadaran)
Menurut Rekawati Susilaningrum, Nursalam dan Sri
Utami (2013), pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan DHF adalah sebagai
berikut.
1. Identitas
pasien
Nama, umur (pada DHF
tersering menyerang anak-anak dengan usia kurang 15 tahun), jenis kelamin,
alamat, pendidikan. Pada pasien anak ditambahkan nama orang tua, pendidikan orang
tua dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan
utama
Alasan/keluhan yang
menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan
lemas
3. Riwayat
penyakit sekarang
Didapatkan adanya
keluhan panas mendadak disertai menggigil, saat demam kesadaran komposmentis.
Panas menurun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, sementara pasien semakin
lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu
hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
4. Riwayat
penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang
pernah diderita. Pada Dengue Haemorragic
Fever, pasien bisa mengalami serangan ulangan dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat
imunisasi
Pada pasien anak bisa
dicantumkan riwayat imunisasinya. Bila anak mempunyai kekebalan yang baik,
kemungkinan timbul komplikasi dapat dihindarkan
6. Riwayat
gizi
Pada pasien anak, status
gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik, maupun buruk dapat berisiko apabila terdapat faktor predisposisinya. Pada
anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang tidak adekuat, pasien dapat mengalami penurunan berat badan,
sehingga status gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi
lingkungan
Sering terjadi pada
daerah yang padat penduduknya, lingkungan yang kurang kebersihannya (air yang
menggenang), dan gantungan baju di kamar.
8. Pola
kebiasaan a. Nutrisi dan metabolisme, yaitu frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang/menurun
b. Eliminasi alvi kadang-kadang mengalami diare/konstipasi. DHF pada grade III – IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi urine perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/ banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Pasien sering mengalami kurang tidur karena sakit/nyeri otot dan persendian, sehingga kuantitas dan kualitas tidur serta istirahat kurang.
e. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama tempat sarangnya nyamuk Aedes Aegypti.
f. Tanggapan bila ada keluarga yang sakit dan upaya untuk menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan
fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade)
DHF, keadaan fisik pasien sebagai berikut.
a. Grade I:
kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital nadi lemah b. Grade II: kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, adanya perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, nadi lemah, kecil dan tidak teratur.
c. Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, tensi menurun.
d. Grade IV: kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernafasan tidak teratur, ekstrimitas dingin, berkeringat dan kulit Nampak biru.
10. Sistem
integument
a. Kulit
adanya petekia, turgor kulit menurun, keringat dingin, lembab. b. Kuku sianosis/tidak
c. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan/epistaksis (grade II, III, IV). Pada mulut didapatkan mukosa mulut kering, perdarahan gusi, kotor, dan nyeri telan. Tenggorokan mengalami hiperemia faring, terjadi perdarahan telinga ( grade II, III, IV).
d. Dada
Bentuk simetris, kadang-kadang sesak, pada foto thoraks terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales, ronchi, biasanya pada grade III, IV.
e. Pada abdomen terdapat nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali), dan asites
f. Ekstremitas, yaitu akral dingin, nyeri otot, dan sendi serta tulang.
11. Pemeriksaan
laboratorium
Pada pemeriksaan darah
pasien DHF akan dijumpai sebagai berikut.
a. Hb
dan PCV meningkat (≥ 20%)
b. Trombositopenia
(≤ 100.000/ ml)
c. Leukopenia
(mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig.
D dengue positif
e. Hasil
pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia,
hiponatremia.
f. Urium
dan pH darah mungkin meningkat
g. Asidosis
metabolik: pCO2 < 35-40 mmHg. HCO3 rendah
h. SGOT/
SGPT mungkin meningkat.
1.2.2
1.2.2 Diagnose
Keperawatan
Menurut Padila
(2013), diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan DHF yaitu sebagai
berikut.
1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan,
muntah dan demam.
2. Perubahan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada
nafsu makan.
4. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus
5. Perubahan
proses-proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
Menurut Rekawati Susilaningrum, Nursalam dan Sri
Utami (2013), masalah atau diagnose
keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan
suhu tubuh (hipertermia)
2. Nyeri
3. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
4. Potensial
terjadi perdarahan intra abdominal
5. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
6. Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien DHF
7. Gangguan
aktivitas sehari-hari
8. Potensial
terjadi reaksi transfusi
1.2.3
1.2.3 Perencanaan
Menurut Rekawati Susilaningrum, Nursalam dan Sri
Utami (2013), perencanaan atau intervensi yang diperlukan yaitu sebagai
berikut.
1. Peningkatan
suhu tubuh
a. Kaji
saat timbulnya demam b. Observasi tanda-tanda vital, seperti suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap tiga jam atau lebih sering
c. Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
d. Berikan penjelasan kepada pasien/keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam dan menganjurkan pasien/keluarga untuk kooperatif
e. Jelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
f. Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 liter tiap 24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien
g. Berikan kompres dingin (pada daerah) aksila dan lipat paha
h. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal
i. Catat asupan dan keluaran cairan
j. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai dengan program dokter
2. Gangguan rasa nyaman nyeri
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan menggunakan skala nyeri (0-10), biarkan pasien memutuskan tingkat nyeri yang dialami, tipe nyeri yang dialami, dan respon pasien terhadap nyeri
b. Beri posisi yang nyaman, usahakan situasi yang tenang
c. Beri suasana gembira pada pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri (libatkan keluarga), misalnya baca buku, mendengar music, nonton TV
d. Beri kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan teman-temannya atau orang terdekat
e. Beri obat-obat analgetik (kolaborasi dokter)
3. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan)
a. Kaji
keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh pasien b. Beri makanan yang mudah ditelan, seperti bubur, tim, dan dihidangkan masih hangat
c. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
d. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi pasien terutama saat sakit
e. Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari
4. Potensial
terjadi perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan trombositopenia
a. Monitor
tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda klinis
b. Monitor
jumlah trombosit setiap hari
c. Berikan
penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada pasien
d. Anjurkan
pasien untuk banyak istirahat
5. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
a. Monitor
keadaan umum pasien b. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-3 jam
c. Perhatikan keluhan pasien, seperti mata berkunang-kunang, pusing, lemah, ekstrimitas dingin, dan sesa nafas
d. Bila terjadi tanda-tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang tanpa bantal
e. Pasang infus, beri terapi cairan intravena jika terjadi perdarahan (kolaborasi dengan dokter)
6. Kurangnya
pengetahuan keluarga tentang proses penyakit, diet dan perawatan
a. Beri
kesempatan pada pasien/keluarga untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui
sehubungan dengan penyakitnya b. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan serta manfaatnya bagi pasien dan keluarga
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada pasien dengan bahasa serta kata-kata yang mudah dimengerti
7. Gangguan
aktivitas sehari-hari
a. Bantu
pasien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai dengan tingkat
keterbatasan pasien, seperti mandi, makan, eliminasi
b. Beri
penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu dan meningkatkan kekuatan fisik
pasien c. Siapkan bel di dekat pasien
8. Potensial
terjadinya reaksi transfusi
a. Pesan
darah/komponen darah sesuai dengan instruksi medis b. Cek ulang formulir permintaan darah sebelum dikirim
c. Sebelum pemberian transfusi, yakinkan bahwa daerah tusukan infus tidak tampak tanda-tanda plebitis dan aliran infus lancar
d. Gunakan blood set untuk pemberian transfusi
e. Berikan cairan normal saline (NaCl) sebelum pemberian transfusi
f. Jangan tunda pemberian transfuse lebih dari 30 menit setelah darah diterima dari bank darah
g. Cek ulang/yakinkan bahwa darah yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien (perhatikan jenis darah, golongan darah, jumlah darah dan masa kadaluwarsa). Perhatikan dan cocokkan kode yang tertulis pada kantung darah dengan label darah yang ada
h. Minta perawat lain untuk bersama-sama mengecek ulang, jangan melakukan pengecekan seorang diri
i. Jelaskan tentang tanda-tanda atau reaksi yang mungkin terjadi selama pemberian transfuse
j. Anjurkan pasien/keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-tanda atau reaksi transfusi.
1.2.4
1.2.4 Evaluasi
Menurut
Perry Potter (2005), langkah evaluasi dari proses
keperawatan yaitu mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan.
Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya
adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien
mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan.
Evaluasi
didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien dengan
DHF adalah sebagai berikut.
1.
Suhu tubuh
pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
2.
Pasien akan
mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
3.
Kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan atau dibutuhkan.
4.
Keseimbangan
cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
5.
Aktivitas
sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
6.
Syok hipovolemik tidak terjadi, dengan tanda vital dalam batas normal.
7.
Infeksi
tidak terjadi.
8.
Tidak
terjadi perdarahan lebih lanjut.
9.
Kecemasan
pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses
penyakitnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Rampengan, T. H. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Susilaningrum, R., Nursalam dan
Utami, S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak: untuk Perawat dan Bidan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar